Sabtu, 03 Desember 2011

Petualangan Ngentot Istri Kesepian

Petualangan Ngentot Istri Kesepian, Selama 2 hari aku hanya menghabiskan waktu di kontrakan sendirian. Browsing2 mencari info2 yang valid tentang dunia underground di Jogja. Sambil sesekali menegak Carlsberg dingin yang kubeli, kubaca satu per satu obrolan2 yang ada di forum itu. Ada satu obrolan yang membahas tentang sebuah penampungan cewek2 di daerah yang ada jembatan layangnya. Bayar di tempat dan ceweknya langsung dibawa keluar. Terserah mau mainnya dimana ntar. Boleh juga nih, tapi aku memikirkan hal yang lain. Kalau aku datang dan langsung membawa ceweknya ke hotel, Ah, biasa banget. Terlalu lumrah. Aku berencana untuk mengajak jalan2 saja ceweknya kalau memang cewek2 di penampungan itu memang cantik2 seperti yang dibahas di forum obrolan itu. “Masalah ntar2nya gimana, ikutin alur cerita aja. Tapi dengan catatan, harus ada tindakan mesum”, pikirku sambil tertawa sendiri Lagian teman2 cewek kuliahku semuanya pada pulang kampung sekarang. Tak lama kemudian, segera kunaik ke mobilku dan meluncur lagi ke lokasi. Awalnya aku memang gak ada niat sama sekali untuk ml. Aku hanya ingin jalan2 ama ceweknya. Tapi kalau memang ada kegiatan di luar rencana, ya terjadilah, gak bakal nolak.
Aku mampir dulu di sebuah toko 24 jam, dan membeli 3 botol Carlsberg, kemudian melanjutkan perjalanan lagi. 15 menit berjalan, dan berhadapan dengan suasana kota Jogja yang semakin hari semakin padat, aku pun sampai di lokasi. Waktu menunjukkan pukul 7 malam. Gangnya ternyata cukup sempit. Aku harus sangat meminggirkan mobilku agar mobil lain dapat melintas.
Aku turun dari mobil dan berjalan menuju sebuar pintu gerbang yang sangat tinggi. Aku meniti gerbang itu dari ujung ke ujung. Ternyata ada tombol bel di satu sisinya. Aku pencet dan datang seorang pria membuka gerbang dan bertanya,
“Mau cari siapa mas?”
“Tante Santinya ada?”, jawabku.
“Oh ada mas”, seolah mengerti dengan maksud kedatanganku
“Mobilnya dimasukin aja mas”, ternyata dalamnya lebih luas dari yang kukira.
Segera kuambil mobilku dan kuparkirkan di halaman rumah itu. Ternyata rumahnya bisa tergolong mewah, dan berlantai 2.
“Mari ikut saya mas”, pria itu mengajakku masuk ke dalam dan mempersilahkanku duduk di sebuah sofa.
“Sebentar ya mas saya panggilkan tante Santi”, dan pria itu meninggalkanku.
Suasana rumah ini cukup sepi untuk bisa disebut penampungan. Tapi sayup2 bisa kudengar seperti cekikikan cewek2 yang sedang ngerumpi dari arah lantai 2. karena tepat didepan sofa yang kududuki, ada sebuah tangga, dan kulihat di atasnya ada sebuah pagar di sepanjang pinggirnya, jadi siapapun yang berada dia atas bisa melihat situasi di ruangan ini dengan jelas.
Tak lama kemudian datang seorang wanita yang berumur, kutaksir sepertinya dia berumur 38 tahun. Tapi dandananya sangat menor, dan berpakaian casual.
“Kontras banget dandanannya”, pikirku.
“Saya Santi”, dia memperkenalkan diri sambil menjabat tanganku.
“Rudi”, jawabku pendek
“Ada perlu apa ya mas?”, dia bertanya
“Mmmmmm….”, aku menggumam sedikit ragu2 untuk menjawa. Maklum baru pertama kali kesini, sendirian pula, hanya modal nekad doang.
“Gak papa mas. Sante aja ngomongnya”, dia berusaha menenangkanku, dia seolah mengerti kalau aku sedikit gugup,
“Gini mbak, aku dapet informasi dari temenku kalau disini tu menyediakan…..”, aku memutus kalimatku dan kembali sedikit ragu untuk meneruskannya,
“Teman kencan”, tante Santi mencoba menerka kelanjutan kalimatku. Walaupun dia pasti sudah mengerti, cowok2 yang datang kesini pasti mencari cewek untuk dikencani.
“Iya mbak”, aku menjawab dengan sedikit rasa sungkan.
“Saya sudah mengerti kok dari gerak gerik mas daritadi. Tunggu sebentar ya mas”, dia berjalan ke arah tangga dan naik menuju lantai 2.
Diujung tangga dia sedikit berteriak,
“Anak2!!!!! Ayo kumpul. Ada tamu”, dan dia kembali menuruni tangga dan berjalan ke arahku.
Dalam sekejap, terlihat ada 6 orang cewek menuruni tangga dan berbaris tepat didepan tangga. Dan sekitar 7 orang cewek yang berdiri di sepanjang tangga itu.
“Yang ini semua harganya 300rb mas”, tante Santi menjelaskan.
Mereka semua berpakaian biasa, hanya beberapa yang memancing nafsu, karena sepertinya sedang santai2 saja sambil menunggu tamu, jadi hanya memakai tangtop. Sisanya hanya memakai kaos biasa dan celana pendek. Wajah2 mereka rata2 biasa2 saja, hanya ada 3 orang yang menurutku manis, tapi aku tidak cocok dengan bodynya. Tokednya besar banget, dan perawakannya sedikit gemuk.
Kalau aku seh suka cewek yang tokednya sedang2 saja, tidak besar dan tidak kecil, dan memiliki body yang aduhai.
“Emang ada yang lain mbak”, tanyaku ke tante Santi.
“Oh, ada mas. Yang high class. Tapi harganya beda mas”, dia menerangkan.
“Mmmmm… boleh liat dulu? Masalah harga sih gak masalah kok”, jawabku meyakinkan, karena sepertinya Tante Santi sedikit ragu.
“Kalo gitu tunggu sebentar ya mas”, tante Santi mengayunkan tangannya dan semua cewek2 tadi langsung naik ke atas. Tak lama kemudian, turun lagi beberapa cewek. Sekarang hanya ada 4 cewek yang berbaris di depan tangga dan 3 orang yang di atas tangga.
“Yang didepan ini 500 mas. Kalau yang di tangga itu 750. Mereka juga bisa all night, jadi tidak perlu kembali kesini lagi, tarifnya 1 jt”, tante Santi kembali menjelaskan.
“Wah kalau yang ini baru tipeku”, pikirku dalam hati.
Mereka semua memakai tangtop, sehingga terlihat jelas belahan tokednya. Serta memakai boxer yang sangat pendek, dan memamerkan pahanya yang putih mulus. Dan mereka semua tersenyum genit ke arahku.
“Emang kalau short time berapa lama sih mbak?”, aku bertanya
“3 jam mas”, tante Santi menjawab
Setelah menimbang2, pilihanku jatuh ke seorang cewek yang berdiri di atas tangga. Bodynya sungguh seksi dan sangat proporsional, perawakannya mungil, tinggi badannya sepertinya setinggi pundakku, wajahnya terlihat sangat imut dan rambutnya tergerai lurus sepunggung, dan tokednya pun terlihat sangat pas. Kalau kutaksir, ukurannya sekitar 34B. Dan sepertinya, umurnya kutaksir tidak lebih dari 20 tahun.
“Aku pilih yang itu mbak”, kataku sambil menunjuk ke arah cewek itu.
“Oh itu namanya Gita mas. Mau yang short ato long mas?”
“Short time aja mbak”, jawabku.
Kemudian semua cewek itu kembali ke atas, dan aku mengurus pembayaran bersama tante Santi. Setelah itu kami mengobrol2 sejenak. Tak sampai 5 menit, Gita turun dari tangga, tetap memakai tangtop putih tapi terutup jaket yang dia kenakan sehingga terlihat jelas tokednya yang berukuran sedang2 saja itu terhimpit membentuk belahan yang memancing nafsu, rok jeans yang sangat pendek, dan memakai gesper yang terdapat keling spike disepanjang gespernya, mengenakan sepatu All Star pendek dengan kaus kaki yang pendek pula, serta membawa tas slempang bertuliskan KutaLines.
“Cewek gaul juga neh ternyata”, batinku
Dia berjalan ke arahku.
“Kenalin mas. Aku Gita”, katanya sambil menyodorkan tangannya
“Aku Rudi”, aku pun meraih dan menjabat tangannya
“Ya sudah. Selamat bersenang2 ya”, kata tante Santi.
Aku pun langsung bangkit dari sofa, dan berjalan ke arah pintu, diikuti Gita di belakangku.
Kami berjalan menuju mebilku yang diparkir di halaman. Aku bukakan pintu penumpang sebelah sopir, dan Gita masuk ke dalam, lalu aku berjalan menuju pintu sopir dan masuk ke dalam. Terlihat pria yang tadi menyambutku sedang membukakan pintu gerbang.
“Mau main dimana nih mas?”, tanya Gita, langsung ke pokok permasalahan.
“Mmmmm… sebenernya aku gak pengen ‘main’ Git”, kataku sambil menjentikkan jariku tepat saat aku menyebutkan kata ‘main’ tadi untuk mengkutipkan kata itu. Dan dia pasti mengerti maksudku.
“Loh, kalo kita gak main, trus ngapain dong?”, dia bertanya kebingungan.
“Aku Cuma pengen ditemenin jalan2 aja. Kamu mau kan?”, aku bertanya
“Yaaa…… gak papa sih mas. Kita kemana? Dugem ya?”, dengan pedenya dia berkata, dan sepertinya bukan Cuma aku yang punya skenario membayar cewek untuk jalan. Ada tamu2nya lain yang pernah membayarnya bukan untuk langsung ‘main’ di hotel ato di rumah, tapi mengajaknya dugem dulu, baru setelahnya menggarap tubuhnya.
“Gak dugem Git. Kita jalan2 aja. Ke mall kek, ato makan sambil nongkrong dimanaa gitu”, jawabku enteng.
Gita terlihat mengerenyitkan alisnya seolah heran.
“Serius nih mas? Kita Cuma jalan2 doang? Trus buat apa mas bayar mahal2 kalo Cuma buat jalan2? Kok gak ama temen2 mas aja?”, dia terlihat benar2 heran denga ajakanku.
“Ni kan lagi masa liburan kampus Git. Temen2ku pada pulang kampung semua. Jadi aku sengaja cari temen di tempat ini. Aku bayar mahal juga gak papa kok. Tapi kan akhirnya aku dapet temen jalan secantikkkkkkkk kamu. Hehehe”, aku sengaja mempertegas kata cantik untuk merayunya.
“Iihhhh mas bisa aja”, dia menjawab dengan nada manja.
“Kamu mau kan Git? Kalo gak bersedia nemenin aku, gak papa kok. Aku pilih yang lain aja lagi. Gimana? Tapi jujur aku sih pengennya kamu yang nemenin aku sekarang”, tanyaku yang melihat raut keheranan di muka Gita.
“Ehh gak kok. Aku sih gak papa mas. Tapi heran aja, baru kali ini aku diajakin kaya gini ama tamu”, jawabnya, kemudian dia membuka jaketnya dan memasukkan ke dalam tasnya.
Pemandangan indah sudah dimulai nih. Gita hanya mengenakan tangkop, tapi dia masih memakai bra nya, namun belahan dadanya tetap terlihat jelas dari balik tangtopnya. Memang tidak besar, tapi terlihat padat bersisi dan sepertinya begitu kenyal jika meremasnya.
Sipppp… tanpa pikir panjang lagi, kuhidupkan mesin mobilku dan meluncur keluar rumah itu. Pertama, kita Cuma jalan2 dulu, keluar jl.Solo, trus belok ke arah ring road utara, sambil kita ngobrol2 untuk perkenalan. Mulai dari kota asal, tempat tinggal, kuliah, masa SMA yang menyenangkan. Dan obrolan tentang masa SMA itu yang benar2 mencairkan suasana kita berdua. Tak jarang dia mencubit pahaku karena sebal aku sesekali mengomentari ceritanya dengan sedikit guyonan mengejek. Dan ternyata benar, Gita baru berumur 19 tahun.
Kadang aku melirik ke arah tokednya yang tercetak jelas dari tangtopnya, dan menelan ludah menahan nafsu. Kadang juga ke arah pahanya yang putih bersih dan jelas terpampang karena dia hanya mengenakan rok yang sangat pendek. Sedikit saja Gita melebarkan pahanya, sudah terlihat jelas apa warna celana dalam yang dikenakannya.
“Hayoooo… Liat apa sihh mas…???”, dia mengagetkanku.
Ternyata dia menyadari permainan mataku yang tak akruan melirik2 bagian tubuhnya.
Aku pun sedikit kaget dan kembali memfokuskan perhatianku menyetir.
“Sante aja lah mas, lagian hitungannya kan mas bayar aku malem ini”, Gita berusaha menenangkanku dan tersenyum manja khasnya. Dan aku pun hanya tersenyum
Kami kembali mengobrol2 seru seperti sebelumnya. Tapi saat aku bertanya bagaimana dia bisa sampai ke penampungan itu, dia menjawab
“Jangan bahas itu deh mas. Tu bakal ngerusak suasana aja. Kan katanya mas pengen seneng2”, jawabnya. Aku mengangguk dan berkata,
“Oya udah. Maaf ya Git. Gak ada maksud apa2 kok”
“Eh Git bir tuh dibelakang. Bukain satu dunk”, kataku sambil menyodorkan pembuka botol yang selalu kepersiapkan di dalam mobilku.
“Katanya kita gak ngapa2in nih mas. Kok pake beli bir segala? Mau mancing2 Gita yaaaa…..?”, dia bertanya
“Ah kan Cuma bir Git. Seberapa mabuknya sih kita minum bir”
Dan dia membukakan 1 botol bir, dan langsung menenggaknya. Kemudian memberikanku botol bir itu. Sembari menyetir dan mencari saat yang aman untuk menenggak bir. Kita pun kembali mengobrol2 seru dan tertawa2 berdua. Tak jarang obrolan kita pun menyerempet ke arah mesum. Dan reaksinya hanya mencubit2 paha dan dadaku, dan sesekali dia mengacak2 rambutku saking sebelnya.
Tak jarang dia meletakkan kepalanya ke pundakku, sehingga pandanganku dapat secara langsung menatap tokednya yang putih bersih dari balik tangtopnya. Kadang, Gita meletakkan dagunya ke bahuku sambil tetap mengobrol, dan desahannya terasa di leherku, jadi posisi badannya sedikit mengarahku dan tokednya menghimpit lenganku. Kenyaalll sekali tokednya. Dan tangannya diletakkan di pahaku, sangat dekat dengan penisku. Sepertinya Gita memang sengaja melakukannya dan menyadari lirikan mataku ke arah tokednya serta penisku yang mulai berontak2.
Hampir setengah jam berputar2 melewati arus lalulintas Joga yang padat,
“Kita ke Mall yuk”, ajakku. Dan dia mengangguk.
Aku pun memacu mobilku ke arah mall. Tidak terbesit rasa malu di pikiranku mengajak Gita ke tempat ramai. Karena dilihat dari wajah dan perawakannya, dia sama sekali tidak terlihat seperti cewek bayaran. Jadi, ada harga, ada kualitas dong.
Kuparkir mobilku di basement dan mulai berjalan2 di mall itu. Dan kita mulai berjalan2 di Mall. Kita berjalan seperti layaknya pasangan. Kita bergandengan tangan, kadang aku merangkul lehernya, dan saat itu dengan posisi tanganku yang tergantung karena merangkul lehernya, kadang sengaja kuserempet tanganku untuk menyentuh tokednya. Dia pun tidak ada respon menolak gerakanku. Bahkan kadang dengan kondisi tergantung seperti itu dan seolah tidak sengaja, aku meletakkan tanganku tepat didepan tokednya, dan membiarkan tanganku menyentuh tokednya dengan lembut. Kenyaaallll sekali tokednya waktu itu. Ingin rasanya langsung kuremas tokednya karena gemas. Tak jarang pula saat kita berjalan, dia mendekap tanganku, sampai2 tokednya berhimpitan dengan lenganku. Kenyaalll sekali rasanya. Dan kurasa dia sengaja melakukannya.
Hampir sekitar15 menit kita berjalan2 di Mall. Aku pun membelikan Gita beberapa aksesoris yang kelihatan disukainya dan sebuah baju untuknya. Gita terlihat senang kuajak jalan2 seperti ini.
“Makan yuk. Laper nih”, ajakku. Dan dia hanya mengangguk. Kemudian kita makan di food court yang terdapat di lantai paling atas mall ini. Kita memesan makanan, duduk di meja. Sambil menunggu pesanan, kita mengobrol2 seru sama seperti di mobil tadi. Tak lama pesanan kita datang dan langsung kita santap.
Selang 15 menit setelah menghabiskan makanan, kita memutuskan untuk kembali ke jalan. Kembali ke parkiran, masuk ke mobil dan kembali memacu mobilku menantang lalulintas Jogja. Sekarang di dalam mobil, Gita duduk bersila, sehingga roknya terangkat sedikit. Dan seperti yang kupikirkan tadi, sempat terlihat celana dalamnya berwarna hitam.
“Kata orang, kalau cewek pake daleman warna hitam, berati lagi ’pengen’ tuh”, pikirku.
Gita terlihat cuek saja dengan posisi duduknya seperti itu. Dia tak peduli apa aku akan melirik ke bagian dalam roknya itu. Dan kenyataannya, aku memang sesekali melirik ke arah paha serta tokednya. Dan kami tetap mengobrol2 tak karuan sambil sesekali meminum bir yang ada. Sudah hampir 2 botol bir kita habiskan.
Sekarang mobilku sedang berjalan di daerah ring road barat. Sepanjang jalan ini memang sangat sepi. Dan sengaja ku pacu mobilku dengan kecepatan yang lambat, sekitar 40-50 km/jam. Tiba2 Gita berkata,
“Mmmmmm….. mas… jujur nih…. aku gak enak ama mas kalo aku gak ngasih apa2 buat mas. Mas udah bayar mahal untuk bisa ngajak aku keluar. Mas udah beliin aku segala macem tadi. Aku gak enak aja ama mas”.
“Lah, aku kan udah bilang dari awal. Aku cuma pengen ditemenin jalan2 ama kamu Git”, bantahku seolah ingin terlihat berwibawa.
“Iya mas, aku tau. Tapi aku tetep gak enak mas. Aku pengen ngasih sesuatu buat mas. Dan mas sendiri tau kan statusku tu cewek apaan”, dia tetap memaksaku.
Dalam hati ingin sekali aku berkata, bugil sekarang Git, mot penisku Git, entot aku sekarang Git, puaskan aku Git. Aku pun sudah nafsu banget ama kamu, penisku pun sudah tegang daritadi karena pemandangan yang diberi

1 komentar: