Petualangan Ngentot Istri Kesepian, Selama 2
hari aku hanya menghabiskan waktu di kontrakan sendirian. Browsing2
mencari info2 yang valid tentang dunia underground di Jogja. Sambil
sesekali menegak Carlsberg dingin yang kubeli, kubaca satu per satu
obrolan2 yang ada di forum itu. Ada satu obrolan yang membahas tentang
sebuah penampungan cewek2 di daerah yang ada jembatan layangnya. Bayar
di tempat dan ceweknya langsung dibawa keluar. Terserah mau mainnya
dimana ntar. Boleh juga nih, tapi aku memikirkan hal yang lain. Kalau
aku datang dan langsung membawa ceweknya ke hotel, Ah, biasa banget.
Terlalu lumrah. Aku berencana untuk mengajak jalan2 saja ceweknya kalau
memang cewek2 di penampungan itu memang cantik2 seperti yang dibahas di
forum obrolan itu. “Masalah ntar2nya gimana, ikutin alur cerita aja.
Tapi dengan catatan, harus ada tindakan mesum”, pikirku sambil tertawa
sendiri Lagian teman2 cewek kuliahku semuanya pada pulang kampung
sekarang.
Tak lama kemudian, segera kunaik ke mobilku dan meluncur lagi ke
lokasi. Awalnya aku memang gak ada niat sama sekali untuk ml. Aku hanya
ingin jalan2 ama ceweknya. Tapi kalau memang ada kegiatan di luar
rencana, ya terjadilah, gak bakal nolak.
Aku mampir dulu di sebuah toko 24 jam, dan membeli 3 botol Carlsberg,
kemudian melanjutkan perjalanan lagi. 15 menit berjalan, dan berhadapan
dengan suasana kota Jogja yang semakin hari semakin padat, aku pun
sampai di lokasi. Waktu menunjukkan pukul 7 malam. Gangnya ternyata
cukup sempit. Aku harus sangat meminggirkan mobilku agar mobil lain
dapat melintas.
Aku turun dari mobil dan berjalan menuju sebuar pintu gerbang yang
sangat tinggi. Aku meniti gerbang itu dari ujung ke ujung. Ternyata ada
tombol bel di satu sisinya. Aku pencet dan datang seorang pria membuka
gerbang dan bertanya,
“Mau cari siapa mas?”
“Tante Santinya ada?”, jawabku.
“Oh ada mas”, seolah mengerti dengan maksud kedatanganku
“Mobilnya dimasukin aja mas”, ternyata dalamnya lebih luas dari yang kukira.
Segera kuambil mobilku dan kuparkirkan di halaman rumah itu. Ternyata rumahnya bisa tergolong mewah, dan berlantai 2.
“Mari ikut saya mas”, pria itu mengajakku masuk ke dalam dan mempersilahkanku duduk di sebuah sofa.
“Sebentar ya mas saya panggilkan tante Santi”, dan pria itu meninggalkanku.
Suasana rumah ini cukup sepi untuk bisa disebut penampungan. Tapi
sayup2 bisa kudengar seperti cekikikan cewek2 yang sedang ngerumpi dari
arah lantai 2. karena tepat didepan sofa yang kududuki, ada sebuah
tangga, dan kulihat di atasnya ada sebuah pagar di sepanjang pinggirnya,
jadi siapapun yang berada dia atas bisa melihat situasi di ruangan ini
dengan jelas.
Tak lama kemudian datang seorang wanita yang berumur, kutaksir
sepertinya dia berumur 38 tahun. Tapi dandananya sangat menor, dan
berpakaian casual.
“Kontras banget dandanannya”, pikirku.
“Saya Santi”, dia memperkenalkan diri sambil menjabat tanganku.
“Rudi”, jawabku pendek
“Ada perlu apa ya mas?”, dia bertanya
“Mmmmmm….”, aku menggumam sedikit ragu2 untuk menjawa. Maklum baru pertama kali kesini, sendirian pula, hanya modal nekad doang.
“Gak papa mas. Sante aja ngomongnya”, dia berusaha menenangkanku, dia seolah mengerti kalau aku sedikit gugup,
“Gini mbak, aku dapet informasi dari temenku kalau disini tu
menyediakan…..”, aku memutus kalimatku dan kembali sedikit ragu untuk
meneruskannya,
“Teman kencan”, tante Santi mencoba menerka kelanjutan kalimatku.
Walaupun dia pasti sudah mengerti, cowok2 yang datang kesini pasti
mencari cewek untuk dikencani.
“Iya mbak”, aku menjawab dengan sedikit rasa sungkan.
“Saya sudah mengerti kok dari gerak gerik mas daritadi. Tunggu sebentar
ya mas”, dia berjalan ke arah tangga dan naik menuju lantai 2.
Diujung tangga dia sedikit berteriak,
“Anak2!!!!! Ayo kumpul. Ada tamu”, dan dia kembali menuruni tangga dan berjalan ke arahku.
Dalam sekejap, terlihat ada 6 orang cewek menuruni tangga dan berbaris
tepat didepan tangga. Dan sekitar 7 orang cewek yang berdiri di
sepanjang tangga itu.
“Yang ini semua harganya 300rb mas”, tante Santi menjelaskan.
Mereka semua berpakaian biasa, hanya beberapa yang memancing nafsu,
karena sepertinya sedang santai2 saja sambil menunggu tamu, jadi hanya
memakai tangtop. Sisanya hanya memakai kaos biasa dan celana pendek.
Wajah2 mereka rata2 biasa2 saja, hanya ada 3 orang yang menurutku manis,
tapi aku tidak cocok dengan bodynya. Tokednya besar banget, dan
perawakannya sedikit gemuk.
Kalau aku seh suka cewek yang tokednya sedang2 saja, tidak besar dan tidak kecil, dan memiliki body yang aduhai.
“Emang ada yang lain mbak”, tanyaku ke tante Santi.
“Oh, ada mas. Yang high class. Tapi harganya beda mas”, dia menerangkan.
“Mmmmm… boleh liat dulu? Masalah harga sih gak masalah kok”, jawabku meyakinkan, karena sepertinya Tante Santi sedikit ragu.
“Kalo gitu tunggu sebentar ya mas”, tante Santi mengayunkan tangannya
dan semua cewek2 tadi langsung naik ke atas. Tak lama kemudian, turun
lagi beberapa cewek. Sekarang hanya ada 4 cewek yang berbaris di depan
tangga dan 3 orang yang di atas tangga.
“Yang didepan ini 500 mas. Kalau yang di tangga itu 750. Mereka juga
bisa all night, jadi tidak perlu kembali kesini lagi, tarifnya 1 jt”,
tante Santi kembali menjelaskan.
“Wah kalau yang ini baru tipeku”, pikirku dalam hati.
Mereka semua memakai tangtop, sehingga terlihat jelas belahan tokednya.
Serta memakai boxer yang sangat pendek, dan memamerkan pahanya yang
putih mulus. Dan mereka semua tersenyum genit ke arahku.
“Emang kalau short time berapa lama sih mbak?”, aku bertanya
“3 jam mas”, tante Santi menjawab
Setelah menimbang2, pilihanku jatuh ke seorang cewek yang berdiri di
atas tangga. Bodynya sungguh seksi dan sangat proporsional, perawakannya
mungil, tinggi badannya sepertinya setinggi pundakku, wajahnya terlihat
sangat imut dan rambutnya tergerai lurus sepunggung, dan tokednya pun
terlihat sangat pas. Kalau kutaksir, ukurannya sekitar 34B. Dan
sepertinya, umurnya kutaksir tidak lebih dari 20 tahun.
“Aku pilih yang itu mbak”, kataku sambil menunjuk ke arah cewek itu.
“Oh itu namanya Gita mas. Mau yang short ato long mas?”
“Short time aja mbak”, jawabku.
Kemudian semua cewek itu kembali ke atas, dan aku mengurus pembayaran
bersama tante Santi. Setelah itu kami mengobrol2 sejenak. Tak sampai 5
menit, Gita turun dari tangga, tetap memakai tangtop putih tapi terutup
jaket yang dia kenakan sehingga terlihat jelas tokednya yang berukuran
sedang2 saja itu terhimpit membentuk belahan yang memancing nafsu, rok
jeans yang sangat pendek, dan memakai gesper yang terdapat keling spike
disepanjang gespernya, mengenakan sepatu All Star pendek dengan kaus
kaki yang pendek pula, serta membawa tas slempang bertuliskan KutaLines.
“Cewek gaul juga neh ternyata”, batinku
Dia berjalan ke arahku.
“Kenalin mas. Aku Gita”, katanya sambil menyodorkan tangannya
“Aku Rudi”, aku pun meraih dan menjabat tangannya
“Ya sudah. Selamat bersenang2 ya”, kata tante Santi.
Aku pun langsung bangkit dari sofa, dan berjalan ke arah pintu, diikuti Gita di belakangku.
Kami berjalan menuju mebilku yang diparkir di halaman. Aku bukakan pintu
penumpang sebelah sopir, dan Gita masuk ke dalam, lalu aku berjalan
menuju pintu sopir dan masuk ke dalam. Terlihat pria yang tadi
menyambutku sedang membukakan pintu gerbang.
“Mau main dimana nih mas?”, tanya Gita, langsung ke pokok permasalahan.
“Mmmmm… sebenernya aku gak pengen ‘main’ Git”, kataku sambil
menjentikkan jariku tepat saat aku menyebutkan kata ‘main’ tadi untuk
mengkutipkan kata itu. Dan dia pasti mengerti maksudku.
“Loh, kalo kita gak main, trus ngapain dong?”, dia bertanya kebingungan.
“Aku Cuma pengen ditemenin jalan2 aja. Kamu mau kan?”, aku bertanya
“Yaaa…… gak papa sih mas. Kita kemana? Dugem ya?”, dengan pedenya dia
berkata, dan sepertinya bukan Cuma aku yang punya skenario membayar
cewek untuk jalan. Ada tamu2nya lain yang pernah membayarnya bukan untuk
langsung ‘main’ di hotel ato di rumah, tapi mengajaknya dugem dulu,
baru setelahnya menggarap tubuhnya.
“Gak dugem Git. Kita jalan2 aja. Ke mall kek, ato makan sambil nongkrong dimanaa gitu”, jawabku enteng.
Gita terlihat mengerenyitkan alisnya seolah heran.
“Serius nih mas? Kita Cuma jalan2 doang? Trus buat apa mas bayar mahal2
kalo Cuma buat jalan2? Kok gak ama temen2 mas aja?”, dia terlihat benar2
heran denga ajakanku.
“Ni kan lagi masa liburan kampus Git. Temen2ku pada pulang kampung
semua. Jadi aku sengaja cari temen di tempat ini. Aku bayar mahal juga
gak papa kok. Tapi kan akhirnya aku dapet temen jalan secantikkkkkkkk
kamu. Hehehe”, aku sengaja mempertegas kata cantik untuk merayunya.
“Iihhhh mas bisa aja”, dia menjawab dengan nada manja.
“Kamu mau kan Git? Kalo gak bersedia nemenin aku, gak papa kok. Aku
pilih yang lain aja lagi. Gimana? Tapi jujur aku sih pengennya kamu yang
nemenin aku sekarang”, tanyaku yang melihat raut keheranan di muka
Gita.
“Ehh gak kok. Aku sih gak papa mas. Tapi heran aja, baru kali ini aku
diajakin kaya gini ama tamu”, jawabnya, kemudian dia membuka jaketnya
dan memasukkan ke dalam tasnya.
Pemandangan indah sudah dimulai nih. Gita hanya mengenakan tangkop, tapi
dia masih memakai bra nya, namun belahan dadanya tetap terlihat jelas
dari balik tangtopnya. Memang tidak besar, tapi terlihat padat bersisi
dan sepertinya begitu kenyal jika meremasnya.
Sipppp… tanpa pikir panjang lagi, kuhidupkan mesin mobilku dan
meluncur keluar rumah itu. Pertama, kita Cuma jalan2 dulu, keluar
jl.Solo, trus belok ke arah ring road utara, sambil kita ngobrol2 untuk
perkenalan. Mulai dari kota asal, tempat tinggal, kuliah, masa SMA yang
menyenangkan. Dan obrolan tentang masa SMA itu yang benar2 mencairkan
suasana kita berdua. Tak jarang dia mencubit pahaku karena sebal aku
sesekali mengomentari ceritanya dengan sedikit guyonan mengejek. Dan
ternyata benar, Gita baru berumur 19 tahun.
Kadang aku melirik ke arah tokednya yang tercetak jelas dari
tangtopnya, dan menelan ludah menahan nafsu. Kadang juga ke arah pahanya
yang putih bersih dan jelas terpampang karena dia hanya mengenakan rok
yang sangat pendek. Sedikit saja Gita melebarkan pahanya, sudah terlihat
jelas apa warna celana dalam yang dikenakannya.
“Hayoooo… Liat apa sihh mas…???”, dia mengagetkanku.
Ternyata dia menyadari permainan mataku yang tak akruan melirik2 bagian tubuhnya.
Aku pun sedikit kaget dan kembali memfokuskan perhatianku menyetir.
“Sante aja lah mas, lagian hitungannya kan mas bayar aku malem ini”,
Gita berusaha menenangkanku dan tersenyum manja khasnya. Dan aku pun
hanya tersenyum
Kami kembali mengobrol2 seru seperti sebelumnya. Tapi saat aku
bertanya bagaimana dia bisa sampai ke penampungan itu, dia menjawab
“Jangan bahas itu deh mas. Tu bakal ngerusak suasana aja. Kan katanya mas pengen seneng2”, jawabnya. Aku mengangguk dan berkata,
“Oya udah. Maaf ya Git. Gak ada maksud apa2 kok”
“Eh Git bir tuh dibelakang. Bukain satu dunk”, kataku sambil menyodorkan
pembuka botol yang selalu kepersiapkan di dalam mobilku.
“Katanya kita gak ngapa2in nih mas. Kok pake beli bir segala? Mau mancing2 Gita yaaaa…..?”, dia bertanya
“Ah kan Cuma bir Git. Seberapa mabuknya sih kita minum bir”
Dan dia membukakan 1 botol bir, dan langsung menenggaknya. Kemudian
memberikanku botol bir itu. Sembari menyetir dan mencari saat yang aman
untuk menenggak bir. Kita pun kembali mengobrol2 seru dan tertawa2
berdua. Tak jarang obrolan kita pun menyerempet ke arah mesum. Dan
reaksinya hanya mencubit2 paha dan dadaku, dan sesekali dia mengacak2
rambutku saking sebelnya.
Tak jarang dia meletakkan kepalanya ke pundakku, sehingga pandanganku
dapat secara langsung menatap tokednya yang putih bersih dari balik
tangtopnya. Kadang, Gita meletakkan dagunya ke bahuku sambil tetap
mengobrol, dan desahannya terasa di leherku, jadi posisi badannya
sedikit mengarahku dan tokednya menghimpit lenganku. Kenyaalll sekali
tokednya. Dan tangannya diletakkan di pahaku, sangat dekat dengan
penisku. Sepertinya Gita memang sengaja melakukannya dan menyadari
lirikan mataku ke arah tokednya serta penisku yang mulai berontak2.
Hampir setengah jam berputar2 melewati arus lalulintas Joga yang padat,
“Kita ke Mall yuk”, ajakku. Dan dia mengangguk.
Aku pun memacu mobilku ke arah mall. Tidak terbesit rasa malu di
pikiranku mengajak Gita ke tempat ramai. Karena dilihat dari wajah dan
perawakannya, dia sama sekali tidak terlihat seperti cewek bayaran.
Jadi, ada harga, ada kualitas dong.
Kuparkir mobilku di basement dan mulai berjalan2 di mall itu. Dan
kita mulai berjalan2 di Mall. Kita berjalan seperti layaknya pasangan.
Kita bergandengan tangan, kadang aku merangkul lehernya, dan saat itu
dengan posisi tanganku yang tergantung karena merangkul lehernya, kadang
sengaja kuserempet tanganku untuk menyentuh tokednya. Dia pun tidak ada
respon menolak gerakanku. Bahkan kadang dengan kondisi tergantung
seperti itu dan seolah tidak sengaja, aku meletakkan tanganku tepat
didepan tokednya, dan membiarkan tanganku menyentuh tokednya dengan
lembut. Kenyaaallll sekali tokednya waktu itu. Ingin rasanya langsung
kuremas tokednya karena gemas. Tak jarang pula saat kita berjalan, dia
mendekap tanganku, sampai2 tokednya berhimpitan dengan lenganku.
Kenyaalll sekali rasanya. Dan kurasa dia sengaja melakukannya.
Hampir sekitar15 menit kita berjalan2 di Mall. Aku pun membelikan
Gita beberapa aksesoris yang kelihatan disukainya dan sebuah baju
untuknya. Gita terlihat senang kuajak jalan2 seperti ini.
“Makan yuk. Laper nih”, ajakku. Dan dia hanya mengangguk. Kemudian kita
makan di food court yang terdapat di lantai paling atas mall ini. Kita
memesan makanan, duduk di meja. Sambil menunggu pesanan, kita mengobrol2
seru sama seperti di mobil tadi. Tak lama pesanan kita datang dan
langsung kita santap.
Selang 15 menit setelah menghabiskan makanan, kita memutuskan untuk
kembali ke jalan. Kembali ke parkiran, masuk ke mobil dan kembali memacu
mobilku menantang lalulintas Jogja. Sekarang di dalam mobil, Gita duduk
bersila, sehingga roknya terangkat sedikit. Dan seperti yang kupikirkan
tadi, sempat terlihat celana dalamnya berwarna hitam.
“Kata orang, kalau cewek pake daleman warna hitam, berati lagi ’pengen’ tuh”, pikirku.
Gita terlihat cuek saja dengan posisi duduknya seperti itu. Dia tak
peduli apa aku akan melirik ke bagian dalam roknya itu. Dan
kenyataannya, aku memang sesekali melirik ke arah paha serta tokednya.
Dan kami tetap mengobrol2 tak karuan sambil sesekali meminum bir yang
ada. Sudah hampir 2 botol bir kita habiskan.
Sekarang mobilku sedang berjalan di daerah ring road barat. Sepanjang
jalan ini memang sangat sepi. Dan sengaja ku pacu mobilku dengan
kecepatan yang lambat, sekitar 40-50 km/jam. Tiba2 Gita berkata,
“Mmmmmm….. mas… jujur nih…. aku gak enak ama mas kalo aku gak ngasih
apa2 buat mas. Mas udah bayar mahal untuk bisa ngajak aku keluar. Mas
udah beliin aku segala macem tadi. Aku gak enak aja ama mas”.
“Lah, aku kan udah bilang dari awal. Aku cuma pengen ditemenin jalan2 ama kamu Git”, bantahku seolah ingin terlihat berwibawa.
“Iya mas, aku tau. Tapi aku tetep gak enak mas. Aku pengen ngasih
sesuatu buat mas. Dan mas sendiri tau kan statusku tu cewek apaan”, dia
tetap memaksaku.
Dalam hati ingin sekali aku berkata, bugil sekarang Git, mot penisku
Git, entot aku sekarang Git, puaskan aku Git. Aku pun sudah nafsu banget
ama kamu, penisku pun sudah tegang daritadi karena pemandangan yang
diberi
apa gua harus koprol trus bilang "WOW GITHU !
BalasHapus=))